JENIS-JENIS
PERJANJIAN SEBAGAI DASAR HUKUM DALAM PENGALIHAN HAK GUNA BANGUNAN OBJEK HAK
TANGGUNGAN
RETNO
PRABANDARI, S.H.
Nama : Danang Prawibowo
NPM : 21211707
Kelas : 2EB08
Tema : Objek Hukum
A.
Diperbolehkan atau Tidaknya Obyek Hak Tanggungan Dipindahtangankan
Menurut pendapat dari Nisa Rachmasari yang saya rangkum adalah, penjualan sebagian tanah
Hak Guna Bangunan (HGB) obyek hak tanggungan tidak dapat dilaksanakan jika
sebelumnya tidak diperjanjikan dalam Akta Pemberian Hak Tanggungan (APHT).
Biasanya para pihak telah mengadakan kesepakatan terlebih dahulu sebelum
melakukan pembebanan hak tanggungan. Kesepakatan tersebutlah yang kemudian
dijadikan dasar dalam pengisian APHT.
Apabila para pihak tidak mencantumkan kesepakatan
untuk menjual sebagian obyek hak tanggungan dalam APHT maka akan mempersulit
para pihak dalam melakukan pengalihan sebagian HGB obyek hak tanggungan. Hal
ini tidak hanya berlaku pada HGB tetapi juga pada hak atas tanah lainnya. Pihak
yang biasanya menggunakan janji-janji ini adalah pengembang (developer)
atau debitur yang tanah obyek hak tanggungannya terdiri dari beberapa hak.
Sependapat dengan pernyataan Nisa Rachmasari,
Suyanto menyatakan bahwa obyek hak tanggungan tidak dapat dipindahtangankan
sebagian jika tidak diperjanjikan sebelumnya dalam APHT. Terutama apabila obyek
hak tanggungan tersebut tidak digunakan untuk melunasi seluruh jumlah hutang.
Hal ini jelas dapat merugikan kreditur.
Sedangkan menurut H. Soepirman Soetarman, harus
dilihat dahulu jenis tanah obyek hak tanggungan tersebut. Jika jenis tanah
tersebut adalah tanah perumahan maka maka penjualan sebagian atas HGB obyek hak
tanggungan bisa dilaksanakan. Hal ini disebabkan karena peraturan perundangan
sudah mengaturnya. Sedangkan jika jenis tanah tersebut bukan tanah perumahan
maka harus dilakukan langkah yang berbeda dengan tanah perumahan. Perlakuan
khususmjuga harus diberikan terhadap tanah persawahan karena tanah persawahan
tidak bisa dilakukan pemecahan atau pemisahan jika luasnya kurang dari dua
hektar.
Menurut B.I.P Suhendro, peraturan perundang-undangan
memungkinkan adanya penjualan sebagian tanah yang dibebani oleh hak tanggungan,
bahkan dalam APHT pun terdapat klausul yang memperbolehkan penjualan sebagian
tanah yang dibebani hak tanggungan tersebut. Biasanya yang terjadi di dalam
praktek, penjualan sebagian obyek hak tanggungan terjadi apabila tanah tersebut
terdiri darimbeberapa hak atau sudah diperjanjikan sebelumnya dalam APHT.
Penjualan sebagian obyek hak tanggungan yang tidak terdiri atas beberapa hak
atau tidak diperjanjikan sebelumnya dalam APHT belum pernah ditanganinya.
Meskipun begitu B.I.P. Suhendro memberikan pendapatnya berdasarkan hukum.
Menurutnya APHT telah memberikan ijin adanya pemecahan atas tanah setelah tanah
tersebut dibebani dengan hak tanggungan. Hal ini tercantum dalam Pasal 2 poin
ke 2 yang menyatakan bahwa:
" Dalam hal
Obyek Hak Tanggungan kemudian dipecah sehingga Hak Tanggungan membebani
beberapa hak atas tanah, Debitor dapat melakukan pelunasan utang yang dijamin
dengan Hak Tanggungan dengan cara angsuran yang besarnya sama dengan nilai
masing-masing hak atas tanah tersebut, yang dibebaskan dari Hak Tanggungan,
sehingga kemudian Hak Tanggungan itu hanya membebani sisa Obyek Hak Tanggungan
untuk menjamin sisa utang yang belum dilunasi. Nilai masing-masing hak atas
tanah tersebut akan ditentukan berdasarkan kesepakatan antara Pihak Pertama
dengan Pihak Kedua."
Subiyanto Putro berpendapat bahwa obyek hak
tanggungan dapat dipindahtangankan. Subiyanto Putro mengatakan, pada awalnya
Kantor Pertanahan tidak memperbolehkan pemindahtanganan sebagian obyek hak
tanggungan. Alasan yang dikemukakan oleh Kantor Pertanahan sama dengan alasan
yang dikemukakan oleh Nisa Rachmasari dan Suyanto, namun kemudian Kantor
Pertanahan dapat menerima alasan yang dikemukakan oleh Subiyanto Putro. Dasar
hukum yang digunakan untuk melakukan penjualan sebagian obyek hak tanggungan
tanpa diperjanjikan sebelumnya dalam APHT adalah ayat 2 poin ke 2 APHT yang
juga dinyatakan oleh B.I.P. Suhendro. Selain itu Subiyanto Putro juga
menyatakan bahwa Undang-undang Hak Tanggungan (UUHT) tidak melarang adanya pemindahtanganan
obyek hak tanggungan. Pasal yang menunjukkan bahwa obyek hak tanggungan itu
dapat dipindahtangankan adalah Pasal 7 UUHT. Pasal 7 UUHT sering disebut droit
de suite atau zaaksgevolg. Pasal 7 UUHT menyatakan bahwa hak
tanggungan tetap mengikuti obyeknya dalam tangan siapa pun obyek tersebut berada.
Pasal ini menunjukkan bahwa obyek hak tanggungan dapat berpindahtangan dan
menjadi milik pihak lain.
Subiyanto Putro menambahkan, jika kepentingan para
pihak menentukan lain maka ketentuan-ketentuan dalam UUHT sifatnya hanya
mengatur saja. Termasuk ketentuan Pasal 2 UUHT mengenai asas tidak dapat
dibagi-bagi. Pasal tersebut menyatakan bahwa hak tanggungan sifatnya tidak
dapat dibagi-bagi kecuali diperjanjikan dalam APHT. Menurut Subiyanto Putro,
apabila para pihak telah sepakat maka hukum sifatnya hanya mengatur saja. Hal
terpenting adalah kesepakatan guna mengakomodasi kepentingan masing-masing
pihak. Penulis sepakat dengan pendapat yang dinyatakan oleh B.I.P. Suhendro dan
Subiyanto Putro. Tanah obyek hak tanggungan dapat dipindahtangankan, meskipun sebelumnya
tidak diperjanjikan dalam APHT. Hal ini didasarkan pada hukum perdata yang
menjunjung tinggi hak para pihak sebagai subyek hukum. Fungsi UUHT dalam hal
ini adalah sebagai hukum pelengkap atau hukum yang mengatur saja (aanvullendrecht),
sifatnya tidak memaksa. UUHT hanya mengikat jika dan sepanjang para pihak tidak
menentukan peraturan yang lain dengan perjanjian. UUHT hanya bermaksud mengisi kekosongan
hukum yang dibuat oleh para pihak.
Penulis sepakat dengan pendapat yang dinyatakan oleh
B.I.P. Suhendro dan Subiyanto Putro. Tanah obyek hak tanggungan dapat
dipindahtangankan, meskipun sebelumnya tidak diperjanjikan dalam APHT. Hal ini didasarkan
pada hukum perdata yang menjunjung tinggi hak para pihak sebagai subyek hukum.
Fungsi UUHT dalam hal ini adalah sebagai hukum pelengkap atau hukum yang
mengatur saja (aanvullendrecht), sifatnya tidak memaksa. UUHT hanya
mengikat jika dan sepanjang para pihak tidak menentukan peraturan yang lain
dengan perjanjian. UUHT hanya bermaksud mengisi kekosongan hukum yang dibuat
oleh para pihak.
0 komentar:
Posting Komentar