HARTA BERSAMA SEBAGAI OBJEK JAMINAN
HAK TANGGUNGGAN
ACHMAD
KARDIANSYAH, S.H.
Nama : Danang Prawibowo
NPM : 21211707
Kelas : 2EB08
Tema : Objek Hukum
2. Pengurusan Harta Kekayaan Perkawinan
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974
Diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 tahun 1974
tentang Perkawinan (UUP), dimaksudkan sebagai unifikasi hukum perkawinan dengan
memperhatikan nilai-nilai yang dianut dan diyakini masyarakat. Masyarakat
Indonesia mengaku dan meyakini nilai-nilai agama yang didasarkan KeTuhanan Yang
Maha Esa, oleh karena itu prinsip perkawinan didasarkan hukum agama dan
kepercayaannya masing-masing. Oleh karena perkawinan tidak hanya menimbulkan
hubungan dengan manusianya tetapi juga tentang harta kekayaannya sehingga hukum
juga mengatur tentang hukum harta kekayaan perkawinan.
Harta kekayaan merupakan kebendaan yang dimiliki
oleh seseorang sehingga pengaturan hak-haknya didasarkan pada sistem hukum
benda. Di dalam hukum benda, salah satu bentuk hak kebendaan adalah hak milik.
Hukum kekayaan menegaskan mengenai hak kebendaan sebagai suatu hak yang paling
sempurna atas suatu benda yang dimiliki oleh seseorang. Seorang yang memiliki
hak milik atas suatu benda dapat berbuat apa saja dengan benda itu (menjual,
menggadaikan, memberikan bahkan merusak), asal tidak melangar undangundang atau
hak orang lain. Mengenai hak milik, dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA) dapat dibedakan
menjadi hak milik atas tanah dan hak milik bukan tanah.
Di dalam hukum harta kekayaan perkawinan, pengaturan
mengenai hak milik seseorang berbeda dengan hak milik dalam hukum benda. Hak
milik seseorang dalam perkawinan akan berubah statusnya menjadi harta kekayaan
perkawinan.
Di dalam UUP, mengenai harta kekayaan perkawinan
diatur dalam Pasal 35, Pasal 36, dan Pasal 37 UUP, Pasal 35 UUP mengatur bahwa
harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama dan harta
bawaan dari masing-masing suami isteri dan harta benda yang diperoleh
masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Nampak bahwa UUP
mengenal 2 (dua) kelompok harta, yaitu :
1. Harta
Bersama
Harta
bersama adalah harta yang diperoleh selama perkawinan. Jadi merupakan harta
yang diperoleh dari pendapatan suami dan pendapatan isteri selama perkawinan
atau dalam perkawinan mereka. Yaitu dihitung sejak perkawinan dilangsungkan
sampai putusnya perkawinan, baik karena cerai mati (salah satu meninggal dunia)
maupun karena cerai hidup (karena perceraian).
2. Harta
Pribadi
Harta
pribadi adalah harta yang sudah dimiliki suami atau isteri pada saat perkawinan
dilangsungkan tidak masuk kedalam harta bersama, kecuali diperjanjikan lain.
Menurut Pasal 35 Ayat (2) KUHP, harta pribadi suami atau isteri terdiri dari :
a. Harta
bawaan suami atau isteri yang bersangkutan adalah harta yang dibawa oleh suami
dan atau isteri ke dalam perkawinan.
b. Harta
yang diperoleh suami atau isteri sebagai hadiah atau warisan.
Berdasarkan pembagian harta kekayaan perkawinan
tersebut, maka dalam hal hak milik termasuk dalam harta bersama statusnya akan
berubah. Hak milik tidak lagi merupakan hak istimewa yang dimiliki seseorang
melainkan menjadi hak istimewa yang dimiliki bersama oleh suami isteri. Hak
milik yang dimaksudkan dalam harta bersama tersebut termasuk juga hak milik
atas tanah.
Perubahan status hak milik yang merupakan hak milik
dalam harta bersama mengakibatkan perubahan terhadap kewenangan pengurusnya.
Seorang yang memiliki hak milik berwenang untuk berbuat apa saja terhadap
bendanya (menjual, menggadaikan, memberikan bahkan merusak), sepanjang tidak
melanggar undang-undang atau hak orang lain. Namun dalam hal hak milik
merupakan hak milik dalam harta bersama maka wewenang pengurusannya diatur
berdasarkan UUP. Di dalam UUP, pengurusan harta bersama merupakan wewenang
suami isteri. Wewenang suami isteri terhadap harta bersama dapat dilihat dalam
Pasal 36 Ayat (1) UUP, yang mengatur bahwa mengenai harta bersama, suami dan
isteri apat bertindak atas persetujuan kedua belah pihak. Hal ini berarti
wewenang atau kekuasaan atau hak suami dan isteri sama besarnya. Oleh karena
itu suami atau isteri dapat menggunakan atau melakukan perbuatan hukum terhadap
harta bersama mereka, tetapi dengan syarat harus ada persetujuan dari pihak
lainnya (suami/isteri) karena ada hak pihak tersebut juga diatasnya.
Suami dan isteri bersama-sama berhak atas harta
bersama karena kedudukan suami dan isteri yang seimbang di dalam rumah tangga
maupun di dalam masyarakat. Seperti yang ditegaskan di dalam Pasal 31 Ayat (1)
UUP bahwa hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak lain kedudukan
suami dalam rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam masyarakat. Akibat
kedudukan suami dan isteri yang seimbang itu, wewenang atas harta
bersama
pun seimbang.
Dikaitkan dengan wewenang suami isteri terhadap
harta bersama, maka baik suami maupun isteri bisa melakukan perbuatan hukum
atas harta bersama, seperti misalnya menjaminkan harta bersama sebagai agunan
kredit, namun tetap harus dengan persetujuan suami/ isteri-nya.
Benda-benda yang termasuk harta bawaan dari suami
dan isteri menurut Pasal 35 Ayat (2) UUP, tetap berada di bawah penguasaannya
masing-masing sepanjang para pihaknya tidak menentukan lain. Selanjutnya di
dalam Pasal 36 Ayat (2) Undang-Undang yang sama, dikatakan bahwa terhadap harta
bawaan itu para pihak mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum.
Dari Pasal 36 Ayat (2) UUP tersebut dapat disimpulkan bahwa suami dan isteri
tetap mempunyai kekuasaan atas harta pribadi masing-masing yang dibawah dalam
perkawinan mereka. Suami dan isteri mempunyai hak sepenuhnya, berarti
masingmasing mempunyai hak milik atas harta pribadinya dan karenanya mereka
berhak untuk melakukan apa saja terhadap harta pribadi.
0 komentar:
Posting Komentar